Kamis, 05 Januari 2012

Mengurai Permasalahan Bima Berdarah


Desember 2011, dipenghujung tahun ini Indonesia kembali terhenyak oleh peristiwa unjuk rasa berdarah. Sebut saja unjuk rasa yang terjadi di Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat. Ironisnya pada bentrok kali ini menyebabkan jatuh korban. Mirisnya lagi, konflik terjadi antara aparat keamanan versus masyarakat sipil.
Dalam kasus Bima, aparat kepolisian menggunakan protap Nomor 1/X/2010 tentang Penanggulangan Tindakan Anarkis terhadap pendemo. Polisi pun telah memakai senjata api. Dengan penggunaan senjata api dengan peluru (entah peluru timah atau pun peluru karet) dalam mengatur massa, maka dapat dikatakan keadaan saat itu sudah masuk tindakan anarki dan sudah termasuk kategori gangguan nyata (GN). Sehingga dimungkinkan untuk diambil tindakan berupa penggunaan senjata tumpul dan dapat ditindak lanjuti penggunaan senjata api sesuai standar polri. Mungkin, tindakan polri tersebut dikarenakan pendemo dinilai mengganggu kepentingan masyarakat luas. Terlebih lagi unjuk rasa dilakukan menjelang hari raya Natal serta menduduki pelabuhan.
protap Nomor 1/X/2010
Mengacu protap Nomor 1/X/2010 tentang Penanggulangan Tindakan Anarkis terhadap pendemo, pengertian anarki adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja atau terang-terangan oleh seseorang atau kelompok orang yang bertentangan dengan norma hukum yang menyebabkan kekacauan, membahayakan keamanan umum mengancam keselamatan jiwa dan/atau barang, kerusakan fasilitas umum atau hak milik orang lain. Sedangkan ganguan nyata adalah ganguan keamanan berupa kejahatan atau pelanggaran yang terjadi dan menimbulkan kerugian bagi masyarakat berupa jiwa raga maupun harta benda.
Berdasarkan protap, penggunaan senjata api (entah peluru timah atau pun karet) maupun tumpul hanya bisa dilakukan polisi jika ada perlawanan secara fisik kepada petugas. Pertanyaannya, apakah unjuk rasa di Bima telah terjadi perlawanan secara fisik oleh pengunjuk rasa kepada aparat kepolisian? Toh jika ada perlawanan secara fisik kepada petugas harus dicari pula apa penyebab terjadi perlawanan tersebut, siapa yang memancing perlawanan tersebut. Semua rangkaian peristiwa dan pihak yang terlibat harus diurai secara detail sehingga dapat diketahui ujung pangkal dari peristiwa demo berdarah ini.
Mengutip protap Nomor 1/X/2010 tentang Penanggulangan Tindakan Anarkis terhadap pendemo, sekalipun ada perlawanan secara fisik urutan penindakannya dimulai dari 1.kendali tangan kosong, 2.kndali tangan kosong keras, 3.kendali senjata tumpul, senjata kimia antara lain gas air mata, atau alat lain sesuai standar Polri, 4.kendali dengan menggunakan senjata api atau alat lain untuk menghentikan tindakan yang dapat menyebabkan luka atau kematian anggota Polri atau anggota masyarakat. Apakah penembakan yang dilakukan oleh polri kearah kerumunan adalah tindakan yang tepat dan sesuai prosedur? Pertanyaan tersebut harus dijelaskan oleh kepolisian secara kritis.
Fakta yang ada dilapangan ada korban yang meninggal karena luka tembakan. Meskipun oleh polri mengklaim bahwa lokasi mayat berada diluar pelabuhan, namun siapa pelaku yang membunuh dengan menembak si mayat tersebu? Apakah karena unjuk rasa dipelabuhan atau tindak pidana pembubuhan biasa? Polri harus segera menyelesaikan kasus pembunuhan tersebut. Mengingat kewibawaan polri dipertaruhkan.
tentang polri
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, pasal 4, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Begitu mulianya tupoksi polri secara noratif ini, jangan sampai rusak karena setitik nila di Bima. Alih-alih kewibawaan yang dicari justru arogansi polri yang bakal muncul jika tidak mampu menyelesaikan persoalan Bima dengan tuntas.
Terlepas dari peristiwa teknis dilapangan yang menimbulkan korban jiwa., ada suatu akar masalah yang sebenarnya terjadi, konflik pemanfaatan sumber daya alam. Kerusuhan di Bima pecah ketika polisi membubarkan paksa warga yang memblokade jalan masuk Pelabuhan Sape. Blokade sudah berlangsung selama lima hari. Warga menolak melonggarkan blokade selama pemerintah tidak mencabut izin perusahaan tambang PT Sumber Mineral Nusantara. Tuntutan warga ini sudah diajukan sejak 2008, namun tidak pernah mendapatkan tanggapan memadai.
tentang peraturan
Regulasi tentang pemanfaatan sumber daya alam pun masih sangat absurd. Padahal pasal 33 UUD 1945 jelas ditulis bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Termasuk pengelolaan sumber daya alam harus dikelola untuk kemakmuran rakyat.
Jika membahas tentang pemanfaatan sumber daya alam tentunya kita bicara mengenai pemilik modal, pemerintah, serta masyarakat dilokasi sumber daya alam. Semua pihak mempunyai kepentingan yang harus diakomodir. Oleh karenanya pemerintah Indonesia harus tegas dalam membuat dan melaksanakan regulasi. Mengingat banyak pihak yang terlibat dan berpotensi menghadirkan konflik seperti di Bima ini.
mengupas pelaksaan peraturan
Untuk saat ini Indonesia memiliki Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara. Dikaitkan dengan PT Sumber Mineral Nusantara, harus diketahui terlebih dahulu ijin yang diberikan oleh pejabat terkait, dalam hal ini bupati. Harus ada kajian secara yuridis apakah ijin yang diberikan sesuai atau tidak dengan regulasi yang ada. Jika sesuai prosedur, lalu mengapa ada penolakan dari pihak masyarakat? Alasan apa yang dipakai oleh masyarakat untuk menentang PT Sumber Mineral Nusantara? Apakah ada prosedur yang tidak dipenuhi? Semua harus dikaji secara kritis dan mendalam oleh pihak-pihak yang berkompeten.
Berangkat dari kasus Bima, diharapkan semua pihak harus melakukan instrospeksi, koreksi serta pembenahan. Pihak kepolisian harus mengusut tuntas kasus yang ada. Pihak pemerintah musti juga melakukan pembenahan terkait regulasi dan pelaksanaan regulasi dibidang pertambangan. Cukuplah Bima menjadi kasus terakhir dalam konfik yang berasal sengketa sumber daya alam. Langkah yang cepat serta tepat harus diambil oleh pihak-pihak terkait. Mengingat potensi konflik sumber daya alam di Indonesia sangatlah besar.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;