Rabu, 09 Maret 2011

Antara Musik dan Mentalitas

 Barangkali banyak masyarakat Indonesia merasa asing terhadap tanggal 9 Maret. Banyak diantara mereka untuk mengetahuinya saja butuh membuka buku pengetahuan umum. Pada 9 Maret, Indonesia merayakannya sebagai hari musik nasional. Pastilah euforianya kalah jika dibandingkan kasus besar yang menarik perhatian masyarakat, kasus Gayus misalnya.
 Musik dapat dikatakan salah satu sarana pembentuk mentalitas bangsa. Kedudukannya pun tidak bisa dipandang sebelah mata dalam kehidupan sosial kenegaraan. Sifat musik yang universal, membuatnya tidak mengenal perbedaan.
  Salah satu karya seni sebagai wujud ungkapan perasaan bermedia suara ini mempunyai kedudukan yang strategis dalam membangun sebuah bangsa. Selain unggul dalam genre yang beraneka ragam, musik juga mempunyai keunggulan lain, diantaranya untuk “menghipnotis” orang dalam jangka waktu singkat dan dalam jumlah besar pula. Jika kita sedikit jeli mengamati keadaan sekitar, dapat kita jumpai banyak musik yang menjadi hits dan akrab ditelinga masyrakat tak lama setelah dilaunching.
 Akan tetapi fonemena musik diIndonesia agak memprihatinkan. Salah satu contoh, musik bagi orang dewasa banyak dikonsumsi oleh anak kecil. Sehingga musik tersebut sebenarnya tidak pas untuk usianya. Dengan sendirinya mentalitas anak tersebut terganggu sedari dini. Jika pada masa dini saja sudah terganggu mentalnya, bagaimana waktu dia besar nanti?
 Musik tidak sesuai usia diperparah dengan miskinnya Indonesia dalam memperdengarkan musik untuk anak. Dapat dilihat dalam acara media televisi maupun radio, berapa kalikah mereka memasukkan lagu anak kedalam acaranya dibandingkan lagu dewasa? Para Indonesia kecil tersebut seharusnya dijaga agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya, karena dipundak mereka lah estafet kepemimpinan bangsa ini bakal diberikan.
 Musik dewasa yang berlebih juga memicu rusaknya generasi muda bangsa ini. Lagu dengan tema kisah percintaan memang menjadi komoditi menjual pada saat ini. Akibatnya banyak generasi muda kita terjebak dalam pemikiran cinta yang melenakan. Secara langsung generasi tersebut cenderung akan apatis dan cenderung masa bodoh terhadap persoalan bangsa ini, dan akan mementingkan egoismenya. Bagaimana bangsa ini bisa maju kalau generasi penerusnya bersikap apatis dan masa bodoh terhadap bangsanya?
 Sampai tahun 2011, musik dapat dikatakan sebagai industri yang menjanjikan. Terbukti banyak artis ramai-ramai mencoba peruntungan didunia tarik suara. Membludaknya acara dan jumlah peserta pencarian bakat menyanyi yang diadakan oleh stasiun televisi mengindikasikan publik menaruh apresiasi besar terhadap musik. Melalui fakta tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dunia tarik suara mempunyai peminat yang banyak karena menjanjikan pundi-pundi rupiah. Ironisnya, kualitas musik tidak banyak berubah, kebanyakan hanya menuruti selera pasar. Akibatnya masyarakat hanya dipaksa dengan musik yang monoton tanpa kualitas mumpuni. Efek yang terjadi cenderung berdampak buruk bagi perkembangan musik tanah air secara luas terutama berakibat para generasi penerus.
 Konsumsi musik yang salah banyak diakibatkan oleh kemajuan teknologi sebagai konsekuensi dari globalisasi. Media untuk memutar musik semakin berkembang secara kompetitif. Dengan demikian terjadi perubahan pola hidup masyarakat yang tajam dan cepat. Belum lagi ditambah kemudahan akses internet diIndonesia yang semakin memudahkan distribusi file secara global.
 Melihat fakta yang ada dapat disimpulkan bahwa semakin pesat perkembangan jaman berbanding lurus dengan risiko krisis metalitas suatu bangsa. Jangan sampai terjadi krisis mentalitas dalam tubuh bangsa Indonesia, apa lagi terjadi pada generasi mudanya. Jika hal tersebut terjadi dapat dipastikan bangsa Indonesia sulit untuk berkembang untuk menjadi bangsa yang diperhitungkan dalam pergaulan internasional.
 Oleh karena itu, industri musik diIndonesia harus mengalami pembenahan agar tepat dalam perkembangannya dan tidak justru menimbulkan akibat negatif bagi bangsa Indonesia. Perbaikan kualitas dan pendidikan mengenai musik harus mendapat prioritas untuk menyelamatkan generasi penerus.
 Melalui musik, rasa nasionalisme dapat dipupuk. Jika nasionalisme sudah terbangun baik, secara otomatis kecintaan terhadap bangsa akan naik kelevel tinggi. Efek sistemiknya adalah semangat juang tinggi untuk memajukan negara ini dalam berbagai bidang. Jika sedari dini sudah terpupuk rasa nasionalime tinggi, kiranya tidak membutuhkan waktu yang panjang bagi Indonesia menjadi negara besar dan diperhitungkan. Banyak tenaga ahli Indonesia yang akan memilih bekerja didalam negeri memajukan bangsanya. Perilaku buruk pejabat pun dapat ditekan jika nasionalisme yang menjadi pondasi dalam bekerja. Niat untuk korupsi menjadi hilang, karena niat awalnya adalah mengabdi bagi bangsa ini untuk memajukannya. Semoga masih ada harapan di negeri ini untuk mewujudkannya. Amin

0 komentar:

Posting Komentar

 
;